Selama ini potensi limbah kerabang (cangkang) telur di Indonesia cukup besar. Sayangnya, potensi tersebut hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal khususnya sebagai pakan unggas dan hanya dimanfaatkan untuk hiasan kerajinan.
Hal ini disebabkan karena sejauh ini limbah tersebut mudah terkontaminasi mikrobia dan kecernaan mineral kalsiumnya yang masih rendah. Disamping itu, keberadaanya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena sulit didegradasi oleh mikrobia tanah.
Terkait dengan limbah kerabang telur tersebut Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, SU, DEA, yang juga Dekan Fakultas Peternakan UGM, telah berhasil mengembangkan metode prosesing limbah kerabang telur menjadi pakan sumber mineral ayam petelur.
Metodenya yang dipergunakan dalam prosesing limbah kerabang telur tersebut, diawali dengan perendaman kerabang telur dengan air panas 80º celcius selama 15-30 menit, dibersihkan, lalu dikeringkan. Kemudian direndam lagi menggunakan asam fosfat dengan beberapa konsentrasi, setelah itu dibuat tepung. Setelah jadi tepung, kemudian dicampur dengan bahan baku pakan lain seperti jagung giling, bekatul, bungkil kedelai dan lain-lain.
“Metode prosesing limbah kerabang telur menjadi pakan sumber mineral ayam petelur ini sudah mulai dikembangkan,” papar Ahmad Rois Mansur, mahasiswa Fakultas Peternakan, Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan 2007, yang juga terlibat dalam penelitian tersebut, Rabu (3/10/2010).
Pemanfaatan limbah kerabang telur ini imbuh Mansur merupakan salah satu upaya untuk memperkaya nutrien mineral pakan untuk ayam petelur. Kerabang telur menyusun sekitar 10 persen dari total berat telur. Kerabang telur sebagian besar (98,4 persen) terdiri dari bahan kering dan hanya 1,6 persen air. Kerabang telur mengandung 95,1 persen mineral dan 3,3 persen protein.
“Di antara mineral tersebut yang paling banyak adalah kalsium karbonat (98,43 persen), magnesium karbonat (0,84 persen) dan kalsium fosfat sebanyak 0,75 persen,” katanya.
Sebagai gambaran, produksi telur ayam ras nasional pada 2009 sebesar 1.071.398 ton. Jika rata-rata berat telurnya 60 gram maka kerabang telur yang dihasilkan dalam setahun adalah 178.566,33 ton. Berat itu setara dengan 175.762,84 ton kalsium karbonat, 1.499,96 ton magnesium karbonat dan 1.339,25 ton kalsium fosfat.
Dia menegaskan, biaya produksi tepung kerabang telur (untuk 100 kg) diperkirakan sebesar Rp89.000. Jadi, harga pembuatan tepung kerabang telur per kgnya adalah Rp890 sedangkan harga sumber mineral yang juga sering digunakan yaitu tepung kerang berharga Rp2.500 per kg (selisih Rp 1.610).
“Rata-rata konsumsi pakan ayam petelur per hari adalah 100 gram per ekor per hari dengan penggunaan tepung kerabang telur per harinya 3 gram (3 persen dari total pakan), maka biaya produksi per hari yang dapat dihemat adalah sebesar Rp48.300,00 per hari pada populasi ayam 10 ribu ekor atau Rp1,449 juta per bulan,” kata Mansur yang bersama timnya menjadi juara II dalam 2nd SATU Student Business Plan Competition di National Cheng Kung University Taiwan belum lama ini.
Lebih jauh Mansur menguraikan, ayam yang diberi kerabang telur sebagai sumber mineral mampu mencapai produksi 76,2 persen sedangkan dengan suplemen mineral lain sebesar 71,1 persen (selisih 5,1 persen). Sehingga pada peternakan ayam petelur yang memiliki populasi sebesar 10.000 ekor akan menghasilkan telur 510 butir lebih banyak (setara dengan 30,6 kg).
Jika harga 1 kg telur Rp12 ribu maka keuntungan yang bisa diperoleh adalah Rp367,2 ribu per hari atau Rp11,01 juta per bulan. Asumsi rata-rata berat telurnya 60 gram. Sehingga keuntungan total per bulan yang bisa diperoleh baik dari efisiensi pembuatan pakan maupun penjualan telur adalah Rp12,465 juta.
“Semakin besar skala usaha atau semakin banyak populasi ayam maka keuntungan yang diperoleh juga akan semakin banyak. Selain keuntungan finansial yang bisa diperoleh, suplementasi mineral menggunakan tepung kerabang telur juga dapat mendukung program ramah lingkungan,” pungkasnya.
sumber: http://ayamlover.blogspot.com