Dari tahun ke tahun, keuntungan yang didapat peternak ayam petelur semakin menipis, hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya sarana produksi peternakan yang tidak diikuti dengan harga telur secara signifikan. Untuk menghadapi hal tersebut, peternak layer harus berlomba untuk meningkatkan efisiensi secara global, agar tetap bisa bertahan dalam bisnis ini.
Efisiensi dalam hal penggunaan pakan, perlu ditempatkan pada urutan teratas pada target efisiensi. Karena biaya pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam produksi telur. Istilah efisiensi pakan bukan berarti mengurangi pakan baik secara kualitatif maupun kuantitatif sampai dibawah kebutuhan ayam, tetapi mencegah pemborosan-pemborosan yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Sebagai contoh misalnya karena panik dengan harga telur yang rendah, seorang peternak mengganti pakannya dengan pakan lain yang lebih murah Rp 100. Satu minggu pertama, tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Minggu ke dua dan seterusnya FCR meningkat hanya 0,1 (dari 2,2 menjadi 2,3). Kalau dihitung lebih teliti, dengan penggantian pakan tersebut kerugian yang dialami peternak menjadi semakin besar.
Contoh lain yang sering terjadi adalah pemilihan pullet. Banyak peternak yang masih tergiur untuk membeli pullet dengan harga rendah, tanpa melihat reputasi dari pembuat pullet tersebut. Sebagai peternak layer, kita harus lebih jeli dalam menentukan pilihan. Perbedaan harga pullet Rp 1.000, tidak begitu berarti apabila produksi telurnya bisa dua butir lebih banyak. Kejelian dalam penghitungan hal-hal seperti tersebut di atas sangat diperlukan pada masa sekarang ini untuk dapat memproduksi telur dengan tingkat efisiensi yang tinggi.
Faktor lain yang perlu dilakukan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi adalah seleksi ayam yang ada dan membuang ayam-ayam yang kurang produktif.
Seleksi ayam ada dua macam :
A. Pada saat penerimaan pullet.
Faktor-faktor yang perlu di perhatikan : Ukuran tubuh, berat tubuh, kerangka tubuh (frame), cacat fisik, status kesehatan.
Berat tubuh bukanlah ukuran mutlak terhadap kualitas pullet, karena pada banyak kasus, ayam-ayam yang produktivitasnya bagus, justru mengalami keterlambatan kedewasaan. Faktor yang jauh lebih penting untuk diperhatikan adalah kerangka tubuh (frame), karena merupakan refleksi dari kemampuan ayam untuk berproduksi.
B. Setelah melewati masa puncak produksi
Strain ayam petelur modern, lebih mudah menunjukkan performance yang jelek, apabila tidak ditangani sesuai dengan rekomendasi pembibit. Dengan telah dilakukannya perbaikan genetic pada breeder, membawa konsekwensi perbaikan managemen pada tingkat peternak. Tetapi kebanyakan peternak masih menerapkan managemen yang lama. Hal ini sering tidak disadari oleh peternak, sehingga timbul anggapan “Ayam sekarang kok gampang sakit”, “pelihara ayam kok makin sulit”, “produksinya kok cepat turun” dll.
Apabila hal tersebut di atas sudah terlanjur terjadi, maka perlu dilakukan seleksi untuk membuang ayam-ayam yang kurang produktif.
Metode Seleksi Ayam yang kurang produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Metode Absensi
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak dilakukan oleh peternak. Metode ini dilakukan dengan memberi tanda di batteray pada ayam yang bertelur. Setelah waktu tertentu, ayam yang sedikit mendapatkan tanda, dianggap tidak produktif, dan dilakukan culling.
Kelemahan dari metode ini adalah :
- Apabila dalam satu batteray berisi 2 ekor atau lebih, akan kesulitan menentukan ayam mana yang produktif dan yang tidak.
- Bisa terjadi kesalahan seleksi, apabila ayam yang sebetulnya produktif, tetapi pada saat dilakukan seleksi, ayam masih dalam keadaan pause (istirahat).
2. Dengan mengamati karakteristik fisik ayam.
Tabel di bawah ini merupakan karakteristik ayam yang produktif dan kurang produktif.
3. Dengan mengamati berkurangnya warna kuning pada beberapa bagian tubuh ayam.
Oleh : Prass Kusumo
sumber: http://www.pkppullet.blogspot.com