Sekitar Maret lalu, Pemerintah China dibuat khawatir oleh penyebaran virus flu burung H7N9. Menurut data WHO, sebanyak 135 kasus terjangkitnya flu burung ini, tercatat 44 orang di China tewas.
Kabar soal virus mematikan ini tidak selesai sampai di sini. Melansir ABC.net, 23 Agustus 2013, tim peneliti dari University of Hong Kong malah menemukan virus baru jenis H7 lainnya pada unggas di China.
Mereka menamakan virus tersebut H7N7. Virus pendatang baru yang disebut lebih berbahaya dari tetuanya itu.
Kelahiran Sang Virus
Penelitian di Hongkong itu boleh jadi sebagai tanda kelahiran H7N7 di kawasan Asia. Dalam penelitian itu dikatakan bahwa virus tersebut tidak hanya bisa menginfeksi unggas, tapi juga hewan mamalia.
Yi Guan, peneliti utama menambahkan: "Wabah penyakit yang disebabkan oleh virus H7 pada unggas bisa menyebabkan varian baru, yang mampu menginfeksi manusia secara sporadis."
Lalu benarkah virus tersebut lebih mematikan?
Dari hasil penelitian yang dilakukan, Yi menyebut bahwa pendatang baru ini memang lebih mematikan. Ia mengambil virus H7N7 pada unggas kemudian mengujicobakannya pada musang. Hewan model yang dianggap hampir mirip secara genetik dan karakteristik biologis dengan manusia. Ternyata penularannya sangat cepat.
"Hampir seluruh populasi manusia tidak memiliki antibodi untuk tipe virus H7. Jadi, jika virus itu menyebabkan wabah pandemik, bisa membunuh banyak orang," papar Yi.
Menular ke Manusia
Soal kekuatan bertahan virus H7 pada tubuh, selain tidak adanya antibodi pada sebagian besar populasi manusia, penyebab lain adalah: seringnya virus berevolusi menjadi bentuk baru.
Karena itulah diperlukan penelitian menerus untuk memerhatikan perkembangan protein dalam setiap virus pada unggas.
Seperti diketahui, virus H7N7 dinamakan berdasarkan protein pada permukaan mereka. Huruf H berasal dari hemagglutinin, yakni zat yang menyebabkan sel darah merah menggumpal. Sedangkan N untuk kata neuraminidase, protein yang ditemukan di permukaan virus.
Protein dalam virus influenza, kata Yi, dapat berubah-ubah seiring mereka bertransmisi dari spesies satu ke spesies lainnya.
Ia mencontohkan virus H7N9 yang bermigrasi ke unggas lokal. Tes genetik menunjukkan, mulanya virus itu dibawa oleh unggas air dari Asia Timur. Di China, virus itu melompat ke bebek lokal, baru kemudian menular ke ayam.
Perpindahan itu bisa mewujudkan virus baru karena bertukar gen dengan jenis virus flu lain.
Keseringan berpindah itulah yang membuat mereka bisa menginfeksi manusia. Pasalnya, perubahan protein dalam virus flu yang berpindah mampu mengikat sel-sel di saluran pernafasan bagian atas pada ayam.
"Banyak jenis virus flu hidup di usus burung. Ini tidak akan menyebar melalui udara. Namun setelah virus menginfeksi saluran pernafasan bagian atas pada ayam, manusia yang sering berhubungan dengan hewan itu bisa lebih mudah terinfeksi," terang Yi seperti dikutip dari Livescience.com.
Ini sekaligus menjawab pertanyaan: mengapa virus flu burung kerap ditemukan di China.
Ya, Negeri Tirai Bambu itu memiliki banyak pasar unggas yang memungkinkan adanya kontak langsung antara unggas dan manusia. 65 persen konsumsi bebek di dunia pun berasal dari China.
China Tak Sendiri
Tak hanya ramai di China, virus bernama H7N7 lebih dulu ditemukan di Negeri Kincir Angin tahun 2003. Virus ini menampakkan diri untuk pertama kalinya di sebuah peternakan unggas di Voorthuizen, Belanda.
Saat itu penularan pada manusia dinilai masih rendah. Meski begitu, penelitian sempat dilakukan.
Seluruh pekerja dan keluarga diminta melaporkan tanda-tanda penyakit. Dari 453 orang yang diperiksa, 349 di antaranya mengalami peradangan selaput lendir pada kelopak mata. Sebanyak 90 orang mengalami gejala flu, dan sisanya mengeluhkan penyakit yang berbeda-beda. Sebagai pencegahan, 25 ribu ayam kemudian dimusnahkan.
Virus ini hijrah ke Inggris. Juli 2008 virus flu burung ini ditemukan di Shenington. Diduga virus berasal dari patogen yang sudah ada sebelumnya. Kematian unggas akibat virus ini meningkat hingga 2,5 persen.
Tak ketinggalan, Spanyol juga terjangkit virus ini. Oktober 2009 H7N7 mendarat di sebuah peternakan di Almoguera, Guadalajara, Spanyol.
Langkah Pemberantasan
Hingga sekarang, para ilmuwan belum juga menemukan senjata pembunuh total virus flu burung ini. Para ilmuwan lalu menyarankan: memusnahkan unggas yang terinfeksi.
Sebagai pencegahan, oleh para peneliti, pemerintah juga disarankan untuk berpikir kembali saat menempatkan pasar unggas di tengah kota. Sebaiknya pasar itu dipinggirkan untuk mengurangi kontak langsung dengan manusia.
Menindaklanjuti penyebaran virus mematikan ini, pemerintah kita pun sudah secara resmi menghentikan impor unggas dari Australia.
Melansir BBC Indonesia, Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan: "Di Australia kami mendengar virus burung jenis H7N7 muncul sejak tanggal 9 November 2012, nah Indonesia meski pernah mengalami kasus flu burung tapi jenisnya H5N1 dan perbedaan ini yang mengkhawatirkan Indonesia."
Sementara, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengatakan, masuknya virus tersebut ke Indonesia sangat mungkin terjadi. Meski hingga kini varian virus sebelumnya pun belum bermutasi ke tanah air.
"Kemungkinan itu ada, karena mobilitas global unggas dan manusia. Dulu virus flu burung H5N1 juga lebih dulu terjadi di China dibanding Indonesia," kata Ali Ghufron kepada VIVAnews, Rabu 10 April 2013.
Ghufron mengimbau masyarakat untuk tidak panik. Dia meminta agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan dengan memastikan seluruh unggas peliharaan maupun ternak mendapatkan vaksin.
Antisipasi lain yang juga wajib mendapat perhatian adalah yang berhubungan dengan kemungkinan kontak langsung dengan sumber penularan. "Seperti di bandar udara atau pelabuhan, khususnya dari China. Tentu juga peternakan dan tempat jual beli unggas." (eh)
sumber : viva.co.id