Setiap mahluk hidup pasti membutuhkan makanan sebagai penghasil energi
untuk tumbuh, beraktivitas dan bereproduksi. Sama halnya dengan ternak
khususnya ayam. Ransum diberikan setiap hari oleh peternak agar ayam
bisa tumbuh. Apakah cukup tumbuh saja? Jelas tidak, pasti para peternak
mengharapkan ayamnya tumbuh dengan cepat, sehat dan terbebas dari segala
penyakit. Hasilnya, panen bisa maksimal dan harga jual ayam menjadi
tinggi sehingga menguntungkan peternak itu sendiri. Lalu bagaimana hal
tersebut bisa dicapai?
Pencapaian produktivitas yang optimal salah satunya dipengaruhi oleh
nutrisi ransum yang dikonsumsi. Nutrisi tersebut terdiri dari nutrisi
makro dan nutrisi mikro. Hal yang menjadi persoalan selama ini adalah
bahwa kebutuhan nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral seringkali
tidak tercukupi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di
dalam sistem pemeliharaan ayam. Topik yang akan dibahas kali ini adalah
mengenai pentingnya vitamin dalam ransum.
Dinamika Kebutuhan Vitamin
Vitamin berasal dari kata “vitae-amine” dan didefinisikan sebagai
senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah kecil untuk menjaga fungsi
metabolisme dalam tubuh tetap optimal. Vitamin sebagai salah satu bagian
dari nutrisi mikro, memiliki peranan yang tidak kalah besar
dibandingkan dengan jenis nutrisi lainnya. Jika dilihat secara
kuantitatif, persentase kebutuhan vitamin pada ransum ayam pasti lebih
kecil dibandingkan dengan nutrisi lain seperti karbohidrat, protein dan
lemak. Meskipun begitu, vitamin tetap wajib diberikan terkait fungsinya
sebagai katalis metabolisme nutrisi makro. Dalam arti lain, bila tidak
ada vitamin maka metabolisme nutrisi makro akan terhambat. Hambatan
metabolisme ini akan menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi tidak optimal,
terbatasnya pembentukan energi untuk beraktivitas dan tidak terjadi
regenerasi sel-sel yang rusak dalam tubuh.
Pernyataan di atas dikuatkan oleh Scott et al.,
(1992) yang menyatakan bahwa unggas yang dipelihara dengan sistem tata
laksana yang tidak baik, sangat peka terhadap kejadian defisiensi
(kekurangan) vitamin. Hal tersebut disebabkan :
- Unggas tidak memperoleh keuntungan dari sintesis vitamin oleh mikroorganisme di dalam alat pencernaan ayam itu sendiri karena ayam harus bersaing dengan mikroorganisme dalam menggunakan vitamin tersebut. Selain itu, meskipun unggas mampu mensintesis vitamin seperti vitamin C, namun hasil sintesis tersebut sangat rendah. Rendahnya sintesis vitamin oleh unggas disebabkan saluran pencernaan unggas yang lebih pendek dan laju pencernaan ransum yang lebih cepat dibandingkan ternak lain seperti ruminansia
- Unggas mempunyai kebutuhan yang tinggi terhadap vitamin karena vitamin penting bagi reaksi- reaksi metabolis yang vital di dalam tubuh unggas
- Populasi yang padat dalam peternakan unggas modern menimbulkan berbagai macam stres. Ditambah dengan kondisi lingkungan akibat global warming, dimana cuaca selalu berubah-ubah dan tidak menentu sehingga sangat berpotensi menyebabkan ayam stres sehingga kebutuhan akan vitamin juga semakin tinggi
Jenis dan Fungsi Vitamin
Vitamin dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu vitamin larut dalam lemak
dan larut dalam air (Roche, 1979). Vitamin larut dalam lemak adalah
vitamin yang bisa dengan mudah menyatu dengan lemak tubuh sehingga tubuh
pun bisa menyimpannya selama waktu tertentu. Sedangkan vitamin larut
dalam air adalah vitamin yang bisa dengan mudah menyatu dengan air
tubuh. Tubuh tidak bisa menyimpannya karena dengan cepat vitamin
tersebut akan dikeluarkan lagi lewat cairan tubuh seperti air seni
maupun keringat. Vitamin yang termasuk dalam vitamin larut lemak adalah
vitamin A, D, E dan K, sedangkan vitamin yang termasuk dalam vitamin
larut air adalah vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, B12) dan C (Weber, 2009).
Vitamin Larut Lemak
- Vitamin A
Vitamin ini sering disebut sebagai retinol.
Secara umum Vitamin A dapat ditemukan dalam tepung ikan dan jagung.
Vitamin A berfungsi dalam proses pertumbuhan, stabilitas jaringan
epitel pada membran mukosa saluran pencernaan, pernapasan, saluran
reproduksi serta mengoptimalkan indera penglihatan.
Defisiensi vitamin A pada ayam dapat menyebabkan ruffled feathers (bulu berdiri), ataxia
(kehilangan keseimbangan saat berjalan) dan bisa berakibat pada
penurunan produksi telur serta daya tetas. Bila defisiensi berlangsung
terus menerus dalam waktu yang cukup lama serta tidak ditangani dengan
baik, maka akan mengakibatkan munculnya cairan putih susu (keruh) pada
mata ayam tersebut sehingga bisa mengganggu penglihatan dan kadang
terjadi kerusakan mata permanen. Selain itu defisiensi vitamin A bisa
menyebabkan timbulnya bintik darah (blood spot) pada telur (Saif, 2003).
Timbulnya blood spot pada telur akibat defisiensi vitamin A
- Vitamin D
Vitamin D pada produk-produk vitamin seringkali ditulis sebagai vitamin D3. Vitamin D3 atau yang lebih dikenal sebagai cholecalciferol
adalah satu-satunya metabolit dari vitamin D yang bisa digunakan oleh
unggas (Weber, 2009). Secara umum vitamin ini dapat ditemukan pada
tepung ikan dan sinar matahari yang berfungsi sebagai prekursor. Vitamin
D bermanfaat untuk metabolisme kalsium dan fosfor dalam pembentukan
kerangka normal, membentuk paruh dan cakar yang keras serta kerabang
telur yang kuat.
Defisiensi vitamin D akan menyebabkan metabolisme kalsium dan fosfor
terhambat sehingga akan banyak ditemukan telur dengan kerabang tipis
dan lembek serta paruh dan cakar yang lembek pula. Selain itu akan
terjadi pula penurunan produksi telur dan situasi dimana ayam kesulitan
untuk bergerak karena kakinya lemah sehingga terjadilah kelumpuhan/ricketsia.
Kerabang telur lembek
- Vitamin E
Vitamin E sering disebut sebagai tocopherols dan sering ditemukan dalam biji kedelai, biji gandum dan CGM (corn gluten meal).
Vitamin E bermanfaat untuk meningkatkan fertilitas, pertumbuhan embrio
normal dan sebagai antioksidan. Defisiensi vitamin E akan menyebabkan
menurunnya fertilitas dan daya tetas, encephalomalacia/crazy chick disease (penyakit ayam gila), serta kelainan pada koordinasi otot.
Crazy chick disease
- Vitamin K
Vitamin
K dapat ditemukan pada tepung ikan. Vitamin K berfungsi dalam
pembentukan protrombin yang nantinya digunakan untuk pengaturan proses
pembekuan darah. Defisiensi vitamin K akan menyebabkan perdarahan pada
jaringan/organ tertentu (hemoragi) serta anemia akibat darah yang sukar
membeku saat terjadi luka pada bagian tubuh yang terbuka (Saif, 2003).
Vitamin Larut Air
- Vitamin B1 (thiamin)
Vitamin B1 sering disebut juga sebagai aneurin terkait dengan sifat antineuritis (anti radang urat syaraf) yang dimilikinya. Vitamin B1 berfungsi
untuk membantu proses metabolisme karbohidrat dan energi dalam tubuh.
Defisiensi vitamin ini menyebabkan hilangnya nafsu makan, pertumbuhan
terhambat serta terjadi pembengkakan pada sistem syaraf (Roche, 1979).
- Vitamin B2 (riboflavin)
Vitamin B2 berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat, asam amino dan asam lemak. Vitamin ini
dapat ditemukan pada tepung daging dan tepung ikan. Defisiensi vitamin B2
menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi lambat, lemas dan ayam mengalami
kesulitan berjalan. Gejala yang paling dikenal adalah kelumpuhan pada
kaki (leg paralysis) atau kelumpuhan pada jari kaki (curled toe paralysis). Beberapa gejala tersebut akhirnya akan berakibat pada menurunnya produksi telur dan daya tetas (Saif, 2003).
Curled toe paralysis
- Vitamin B3 (nicotinamide)
Vitamin B3
atau lebih dikenal sebagai niasin atau nicotinamide berfungsi dalam
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi energi. Vitamin ini
dapat ditemukan pada jagung, biji bunga matahari dan hampir semua
bungkil biji-bijian. Kekurangan vitamin B3 menyebabkan
hilangnya nafsu makan, pertumbuhan lambat, turunnya produksi telur dan
daya tetas, membran mukosa menjadi berwarna merah gelap, perubahan pada
tulang paha serta kadang terjadi diare yang disertai darah.
- Vitamin B5 (asam pantotenat)
Vitamin B5 atau
yang lebih dikenal sebagai asam pantotenat berfungsi sebagai komponen
koenzim A dalam metabolisme karbohidrat, asam lemak, asam amino dan
steroid. Asam pantotenat banyak terkandung dalam bungkil biji bunga
matahari. Defisiensi asam pantotenat akan menyebabkan hilangnya nafsu
makan, pertumbuhan terhambat, pembengkakan pada beberapa bagian tubuh
seperti paruh, kelopak mata dan jari kaki, warna bulu menjadi kasar dan
buram, serta menyebabkan turunnya produksi dan daya tetas telur.
- Vitamin B6 (piridoxin)
Vitamin B6 atau piridoxin berfungsi untuk metabolisme protein dan lemak dalam tubuh. Vitamin B6
dapat ditemukan hampir disemua bungkil biji-bijian. Selain menyebabkan
nafsu makan berkurang dan pertumbuhan terhambat, defisiensi vitamin B6 ini akan menyebabkan bulu tumbuh jarang (tidak merata) dan kasar, produksi telur serta daya tetas telur menurun (Roche, 1979).
- Vitamin B9 (asam folat)
Vitamin B9 atau
yang lebih sering disebut sebagai asam folat berfungsi untuk
metabolisme karbohidrat. Asam folat dapat ditemukan pada biji gandum.
Defisiensi asam folat akan menyebabkan pertumbuhan lambat, anemia,
menurunnya daya tetas serta bulu yang kasar dan jarang (Roche, 1979).
- Vitamin B12 (cyanocobalamin)
Vitamin B12
atau sering disebut sebagai cyanocobalamin berfungsi untuk metabolisme
karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Tidak seperti vitamin B lainnya,
vitamin B12 bisa terakumulasi di jaringan, utamanya di hati
dan sedikit di ginjal, otot, tulang dan kulit (Weber, 2009). Defisiensi
vitamin B12 akan mengakibatkan pertumbuhan lambat, ukuran telur kecil-kecil dan daya tetas menurun.
- Biotin
Biotin sering dikenal sebagai Vitamin B7.
Vitamin ini berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lemak dalam
produksi energi. Biotin dapat ditemukan pada tepung ikan dan biji
gandum. Defisiensi biotin menyebabkan kulit mengeras pada daerah paruh
dan mata (hampir sama seperti pada saat terjadi defisiensi asam
pantotenat). Selain itu bisa terjadi juga kelainan pada tulang rawan
dan menurunnya daya tetas.
- Vitamin C (asam askorbat)
Vitamin C ini berfungsi untuk metabolisme sel dan sebagai anti oksidan.
Defisiensi vitamin C tidak terjadi pada ternak namun vitamin C
bermanfaat dalam situasi ayam yang stres karena panas atau kondisi lain
(Weber, 2009).
Tabel 1 adalah tabel rekomendasi kadar vitamin yang dibutuhkan berdasarkan National Research Council (NRC), AWT German Trade Association dan DSM Vitamin Suplementation Guidelines yang
dihitung berdasarkan pemberian makan harian dalam range 80 hingga 120
gram per hari. NRC menentukan jumlah minimum vitamin yang dibutuhkan
sedangkan AWT dan DSM merekomendasikan suplementasi vitamin di atas
kadar alami vitamin dalam ransum (Weber, 2009).
Hubungan Manajemen Penyimpanan Ransum dengan Defisiensi Nutrisi
Dalam suatu formulasi ransum, kadar vitamin dalam ransum umumnya telah
disesuaikan dengan jumlah kebutuhan vitamin bagi unggas dan mampu
dicukupi melalui asupan ransum yang berasal dari pabrikan. Namun pada
kenyataannya, kadar vitamin tersebut dapat hilang pada waktu bahan pakan
diproses atau selama ransum disimpan dalam gudang penyimpanan. Potensi
vitamin juga bisa menurun akibat dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti suhu yang ekstrim, cahaya dan oksidasi. Contohnya saja vitamin
seperti A, D, E dan C yang tidak stabil terhadap panas, cahaya dan
kelembaban. Vitamin B1 dan asam pantotenat juga bisa rusak
akibat pengolahan atau penyimpanan ransum yang kurang baik. Karena
alasan itulah, maka sulit untuk menjamin bahwa vitamin akan stabil
kadarnya dalam ransum terlebih jika ransum menjalani proses pengangkutan
yang cukup jauh.
Untuk memastikan bahwa ransum yang kita berikan pada ayam tidak
mengalami defisiensi vitamin, maka salah satu langkah yang perlu
dilakukan adalah dengan mengatur manajemen penyimpanan ransum melalui
tindakan sebagai berikut :
- Berikan alas (pallet) pada tumpukan ransum
- Atur posisi penyimpanan ransum sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out, FIFO)
- Simpan ransum dalam tempat yang tertutup dan terhindar dari sinar matahari langsung
Berikan alas ransum untuk mencegah penurunan kualitas ransum (kiri)
- Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan ransum
- Sebaiknya ransum disimpan dalam gudang penyimpanan tidak lebih dari 30 hari agar kualitas nutrisi, termasuk vitamin, di dalamnya tidak menurun
- Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin
- Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur
Stres dan Vitamin
Indonesia memiliki iklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim penghujan
dan musim kemarau. Kondisi musim yang tidak menentu akhir-akhir ini
semakin membuat ayam tidak nyaman dan mudah sekali mengalami stres.
Kondisi stres akibat pengaruh perubahan cuaca sangat berperan besar
memunculkan kasus defisiensi vitamin, karena saat stres tubuh akan
kehilangan sejumlah besar vitamin.
Ayam memang merupakan ternak yang sangat rentan terhadap stres. Dampak
nyata stres pada ayam apabila tidak ditangani dengan baik adalah
penurunan produksi, baik berupa telur bagi ayam petelur maupun penurunan
berat badan bagi ayam pedaging. Hal ini disebabkan turunnya nafsu makan
dan minum sehingga kekebalan tubuh ayam berkurang dan akibatnya ayam
menjadi mudah terserang penyakit. Faktor penyebab stres selain faktor
cuaca diantaranya adalah :
- Sirkulasi udara dalam kandang yang tidak baik
- Suhu dan kelembaban dalam kandang meningkat
- Populasi ayam dalam kandang yang terlalu padat
- Suara bising
- Kekurangan ransum
- Pergantian ransum mendadak
- Vaksinasi
- Perlakuan kasar, potong paruh, pindah kandang, dll
Salah satu kejadian stres yang seringkali ditemukan di lapangan ialah kejadian heat stress. Data yang diperoleh oleh tim Technical Service Medion (2010) melaporkan bahwa kejadian heat stress pada ayam pedaging dan petelur masing-masing sebesar 0,41% dan 0,6% dari total kejadian penyakit di tahun 2010.
Ayam yang terserang stres dapat dipulihkan kondisinya dengan cara
menghilangkan faktor penyebab stres tersebut. Namun demikian, ternyata
vitamin berperan besar dalam hal ini karena proses pemulihan stres
sangat didukung oleh pemberian vitamin. Pemberian vitamin dapat
mempertinggi ketahanan tubuh ayam saat stres serta menjaga proses
metabolisme tubuh berjalan dengan normal.
(sumber: infomedion.co.id)