Stres panas pada ayam petelur sering terjadi pada peternakan daerah tropis. Jika tidak ditangani, stres pada ayam akan menurunkan penampilan produksi. Bagaimana cara mengatasinya?
Stres panas pada ayam akan menurunkan tampilan produksi karena berkaitan langsung dengan perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh ayam. Temperatur yang tinggi dan musim panas yang panjang pada negara tropis seperti Indonesia dapat menimbulkan stres dan membangkitkan adaptasi perilaku (behavior), fisiologik dan biokimiawi pada tubuh ayam, yang semuanya memerlukan energi yang pada akhirnya menurunkan penampilan (performance) ayam.
Ayam petelur memiliki temperatur optimum untuk produksi adalah 18-21 0C. Jika temperatur lingkungan lebih dari 24 0C dalam periode yang cukup lama selama musim kemarau, maka ayam petelur akan menyebabkan produksi dan berat telur serta kualitas kerabang akan menurun sehingga pada gilirannya akan meningkatkan konversi pakan yang merugikan secara ekonomis bagi peternak. Hal ini sebagai akibat menurunnya nafsu makan ayam, sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tubuh berkurang.
Perubahan behavior pada ayam yang diamati selama stres panas antara lain : hiperventilasi (panting), yaitu meningkatnya kecepatan respirasi sampai lebih dari 20 kali per menit. Aktivitas tubuh berkurang, sedikit sedikit makan, banyak minum untuk menurunkan suhu tubuh. Penurunan konsumsi pakan membuat asupan nutrisi pakan juga berkurang sehingga imbasnya pada penurunan kualitas performance produksi.
Adaptasi perilaku terjadi pada suhu 24-30 0C. Di atas suhu tersebut ayam sudah tidak mampu lagi mengatasi suhu tubuh yang terus meninggi, sehingga pada tahap tersebut akan terjadi adaptasi berupa perubahan biokimiawi, seperti penurunan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) danvitellogenin, yang merupakan faktor penting untuk sintetis kuning telur, dengan demikian secara praktis berat dan ukuran kuning telur akan berkurang. Selama stres panas metabolisme dalam tubuh berlangsung cepat sehingga membutuhkan banyak oksigen (O2), sedangkan karbondioksida (CO2) dalam darah menurun. Oksidasi asam lemak (glukoneogenesis) meningkat untuk memenuhi tuntutan energi.
Diketahui pula stres panas dapat menurunkan kekebalan tubuh, karena terbentuk radikal bebas, seperti ion hidroksil (OH-). Radikal bebas ini menyebabkan gangguan metabolit dan gangguan sel berupa gangguan fungsi DNA, sehingga menyebabkan mutasi atau sitotoksik dan perubahan aktivitas enzim. Radikal bebas juga menyebabkan kerusakan sel dengan cara oksidasi lipid, terutama asam-asam lemak tidak jenuh rantai panjang (poly unsaturated fatty acid).
Homeostasis Kalium (K) mengalami perubahan selama stres panas. Konsentrasi K dalam plasma menurun, hal ini disebabkan oleh ekskresi K yang meningkat tetapi retensi K menurun. Terjadi kompetisi ion-ion K+ dan H+ yang diekskresi ginjal. Selama stres panas, pusat respirasi di otak bekerja lebih giat. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat sehingga terjado panting. Panting ini menyebabkan hilangnya air dalam tubuh lewat sistem respirasi. Hal ini disertai dengan viskositas darah yang meningkat, konsentrasi CO2 dalam darah menurunsehingga respirasi bersifat alkalosis. Demikian pula terjadi penurunan ion bikarbonat, sehingga ketebalan kerabang telur menurun. Ketahanan panas yang semakin turun pada akhirnya menyebabkan kematian.
Adaptasi fisiologik tubuh ayam selama stres panas dicirikan oleh meningkatnya hormon Adreno Cortico Trophic Hormone (ACTH). Kortex adrenal akan terangsang mensekresikan corticosteroid yang akan mempengaruhi membran sel-sel hati. Temperatur yang tinggi akan menurunkan intake pakan, karena proses pengambilan pakan (preherensi), pencernaan (digesti) dan metabolisme yang menurun. Ayam akan kekurangan zat-zat gizi sehingga jumlah dan ukuran telur serta kualitas kerabang menurun. Defisiensi asam amino lisin akan semakin meningkatkan suhu tubuh.
Diperlukan tindakan khusus untuk meningkatkan ketahan tubuh ayam selama musim panas. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain :
1. Memperbaiki metabolisme air. Tindakan ini dilakukan dengan cara menyediakan air dingin guna menurunkan suhu tubuh, karena ayam cenderung minumberlebih pada musim kemarau. Minum air dingin terbukti menurunkan kecepatan respirasi hinga 60%.
2. Pemberian larutan glukose. Pemberian larutan glukose 4% akan mengurangi pengaruh stres panas terhadap viskositas darah dan osmolalitas plasma. Intake glukose akan mempengaruhi difusi panas tubuh, sehingga viskositas darah meningkat.
3. Pemberian mineral K dalam pakan. Pemberian K dalam pakan ±0,6% (layer) dan 1,5% (broiler) akan menjaga keseimbangan K dalam tubuh selain itu mineral K juga meningkatkan daya tahan ayam terhadap tekanan stres panas
4. Menjaga keseimbangan kalsium (Ca) dengan fosfor (P).Mineral Ca dan P membantu mempertahankan kondisi ayam saat stres panas.
5. Pemberian vitamin E. Radikal bebas dikeluarkan oleh sel-sel yang rusak sebagai akibat peroksidasi asam-asam lemak tidak jenuh ganda dapat diatasi dengan pemberian vitamin E. Vitamin E bertindak sebagai antioksidan yang dapat melindungi membran jaringan dari peroksida lipid.
6. Pemberian vitamin C. Vitamin C diberikan 25 mg/kg pakan. Penambahan vitamin c akan memperbaiki tampilan reproduksi dan PBB pada broiler serta meningkatkan fertilitas dan daya tetas pada ayam bibit.
7. Penambahan 1,25-(OH)2 vitamin D3 (vitamin D3 aktif).Penambahan vitaman D3 bentuk aktif dalam pakan selama stres panas membantu homeostasis Ca dan P selama pembentukan kerabang telur. Dan selama stres panas berlangsung, kemampuan ayam untuk mengkonversi vitamin D menjadi vitamin D yang aktif menurun drastis.
Stres panas pada ayam akan menurunkan tampilan produksi karena berkaitan langsung dengan perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh ayam. Temperatur yang tinggi dan musim panas yang panjang pada negara tropis seperti Indonesia dapat menimbulkan stres dan membangkitkan adaptasi perilaku (behavior), fisiologik dan biokimiawi pada tubuh ayam, yang semuanya memerlukan energi yang pada akhirnya menurunkan penampilan (performance) ayam.
Ayam petelur memiliki temperatur optimum untuk produksi adalah 18-21 0C. Jika temperatur lingkungan lebih dari 24 0C dalam periode yang cukup lama selama musim kemarau, maka ayam petelur akan menyebabkan produksi dan berat telur serta kualitas kerabang akan menurun sehingga pada gilirannya akan meningkatkan konversi pakan yang merugikan secara ekonomis bagi peternak. Hal ini sebagai akibat menurunnya nafsu makan ayam, sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tubuh berkurang.
Perubahan behavior pada ayam yang diamati selama stres panas antara lain : hiperventilasi (panting), yaitu meningkatnya kecepatan respirasi sampai lebih dari 20 kali per menit. Aktivitas tubuh berkurang, sedikit sedikit makan, banyak minum untuk menurunkan suhu tubuh. Penurunan konsumsi pakan membuat asupan nutrisi pakan juga berkurang sehingga imbasnya pada penurunan kualitas performance produksi.
Adaptasi perilaku terjadi pada suhu 24-30 0C. Di atas suhu tersebut ayam sudah tidak mampu lagi mengatasi suhu tubuh yang terus meninggi, sehingga pada tahap tersebut akan terjadi adaptasi berupa perubahan biokimiawi, seperti penurunan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) danvitellogenin, yang merupakan faktor penting untuk sintetis kuning telur, dengan demikian secara praktis berat dan ukuran kuning telur akan berkurang. Selama stres panas metabolisme dalam tubuh berlangsung cepat sehingga membutuhkan banyak oksigen (O2), sedangkan karbondioksida (CO2) dalam darah menurun. Oksidasi asam lemak (glukoneogenesis) meningkat untuk memenuhi tuntutan energi.
Diketahui pula stres panas dapat menurunkan kekebalan tubuh, karena terbentuk radikal bebas, seperti ion hidroksil (OH-). Radikal bebas ini menyebabkan gangguan metabolit dan gangguan sel berupa gangguan fungsi DNA, sehingga menyebabkan mutasi atau sitotoksik dan perubahan aktivitas enzim. Radikal bebas juga menyebabkan kerusakan sel dengan cara oksidasi lipid, terutama asam-asam lemak tidak jenuh rantai panjang (poly unsaturated fatty acid).
Homeostasis Kalium (K) mengalami perubahan selama stres panas. Konsentrasi K dalam plasma menurun, hal ini disebabkan oleh ekskresi K yang meningkat tetapi retensi K menurun. Terjadi kompetisi ion-ion K+ dan H+ yang diekskresi ginjal. Selama stres panas, pusat respirasi di otak bekerja lebih giat. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat sehingga terjado panting. Panting ini menyebabkan hilangnya air dalam tubuh lewat sistem respirasi. Hal ini disertai dengan viskositas darah yang meningkat, konsentrasi CO2 dalam darah menurunsehingga respirasi bersifat alkalosis. Demikian pula terjadi penurunan ion bikarbonat, sehingga ketebalan kerabang telur menurun. Ketahanan panas yang semakin turun pada akhirnya menyebabkan kematian.
Adaptasi fisiologik tubuh ayam selama stres panas dicirikan oleh meningkatnya hormon Adreno Cortico Trophic Hormone (ACTH). Kortex adrenal akan terangsang mensekresikan corticosteroid yang akan mempengaruhi membran sel-sel hati. Temperatur yang tinggi akan menurunkan intake pakan, karena proses pengambilan pakan (preherensi), pencernaan (digesti) dan metabolisme yang menurun. Ayam akan kekurangan zat-zat gizi sehingga jumlah dan ukuran telur serta kualitas kerabang menurun. Defisiensi asam amino lisin akan semakin meningkatkan suhu tubuh.
Diperlukan tindakan khusus untuk meningkatkan ketahan tubuh ayam selama musim panas. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain :
1. Memperbaiki metabolisme air. Tindakan ini dilakukan dengan cara menyediakan air dingin guna menurunkan suhu tubuh, karena ayam cenderung minumberlebih pada musim kemarau. Minum air dingin terbukti menurunkan kecepatan respirasi hinga 60%.
2. Pemberian larutan glukose. Pemberian larutan glukose 4% akan mengurangi pengaruh stres panas terhadap viskositas darah dan osmolalitas plasma. Intake glukose akan mempengaruhi difusi panas tubuh, sehingga viskositas darah meningkat.
3. Pemberian mineral K dalam pakan. Pemberian K dalam pakan ±0,6% (layer) dan 1,5% (broiler) akan menjaga keseimbangan K dalam tubuh selain itu mineral K juga meningkatkan daya tahan ayam terhadap tekanan stres panas
4. Menjaga keseimbangan kalsium (Ca) dengan fosfor (P).Mineral Ca dan P membantu mempertahankan kondisi ayam saat stres panas.
5. Pemberian vitamin E. Radikal bebas dikeluarkan oleh sel-sel yang rusak sebagai akibat peroksidasi asam-asam lemak tidak jenuh ganda dapat diatasi dengan pemberian vitamin E. Vitamin E bertindak sebagai antioksidan yang dapat melindungi membran jaringan dari peroksida lipid.
6. Pemberian vitamin C. Vitamin C diberikan 25 mg/kg pakan. Penambahan vitamin c akan memperbaiki tampilan reproduksi dan PBB pada broiler serta meningkatkan fertilitas dan daya tetas pada ayam bibit.
7. Penambahan 1,25-(OH)2 vitamin D3 (vitamin D3 aktif).Penambahan vitaman D3 bentuk aktif dalam pakan selama stres panas membantu homeostasis Ca dan P selama pembentukan kerabang telur. Dan selama stres panas berlangsung, kemampuan ayam untuk mengkonversi vitamin D menjadi vitamin D yang aktif menurun drastis.
(sumber: alwitech.wordpress.com)