Jumat, 22 November 2013

Pasang surut peternakan ayam di Indonesia

Pasang surut peternakan ayam di Indonesia
Kapasitas peternakan di Indonesia tidak banyak berubah, dengan kapasitas total sama dibanding tahun-tahun sebelumnya. Adapun perbandingan antara peternakan yang baru dengan peternakan yang berhenti lebih banyak yang berhenti.

Peternak yang bertahan, jumlah populasi ternaknya sudah di atas 50.000 ekor. Hal-hal yang menjadi kebutuhan utama peternakan berupa bibit, kandang dan tanah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, guna peternakan ayam petelur cukup mahal, apalagi peternakan pembibitan. Yang paling rendah permodalannya adalah peternakan broiler.

“Itupun, orang berpikir lebih suka membeli bekas peternakan yang tidak terpakai lagi, sebagai tangan kedua. Malah, kalau bisa jangan membeli, namun lebih baik menyewa. Yang dari awal investasi, jarang, karena banyak terhambat resesi global. Yang penting bagi mereka, harga produk terjangkau,”

Cara mempertahankan eksistensi peternakan ini adalah menjaga aset-aset peternakan supaya jangan sampai hilang. Yang paling banyak pasang surut adalah usaha peternakan ayam pedaging (broiler).Para pelaku bisnis peternakan broiler rata-rata dengan menyewa kandang, bukan sebagai pemilik kandang.

Di era kemitraan ini, memang banyak perusahaan obat hewan yang mengalami cukup hambatan untuk masuk ke peternakan yang bukan satu grup kemitraan. Namun baginya, hal ini tidak menjadi hambatan.

Sementara ihwal campur tangan dinas peternakan, sejauh ini merasakannya: tidak ada. Adapun banyak peternak yang merahasiakan akses peternakannya. Kelemahan-kelemahan peternakan ayam pedaging adalah masalah manajemen atau pengelolaan.

“Peternak, rata-rata tidak begitu mempedulikan manajemen pemanas. Juga tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya ayam 3-5 tahun yang lalu berbeda dari ayam yang sekarang,” bila pada pertumbuhan ayam umur seminggu mencapai pertumbuhan optimal, maka selanjutnya tinggal mengisi yang lain-lain.

Dalam perhitungan keuangan kas dan investasi, belum banyak yang membedakan perhitungan-perhitungan penyusutan, perhitungan harga pakan dan konversi pakan, serta harga ayam pedagingnya.

Sampai saat ini hal-hal semacam ini masih menjadi pola pikir peternakan. Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. Bila misalnya 2 kali periode kalah, maka 4 kali periodenya menang. Bila 4 kali periodenya menang, 2 kali periodenya menang. Namun, sesungguhnya, meskipun cuma 2 kali periode menang, hasil usahanya lebih bear daripada nilai kekalahan yang 4 periodenya.

Dalam setahun tidak ada ceritanya peternakan broiler rugi. Perhitungan usaha ayam pedaging itu berbeda dengan usaha ayam petelur. Dengan investasi yang sama dengan usaha ayam pedaging, keuntungan bisnis ayam petelur adalah 10% dari untungnya broiler. Setiap tahun kita selalu mendengar keluhan peternak yang merasa rugi. Namun kalau untung sejatinya peternak tidak pernah omong. “Biasa, masalah klasik sejak jaman dulu”

Yang sangat perlu dihayati adalah filosofi peternak ayam. Bahwa sesungguhnya, pekerjaan peternakan adalah pekerjaan sehari 24 jam dan seminggu 7 hari. Dengan filosofi ini, bila kita betul suka ayam, maka kita akan berpikir seperti ayam; sehingga kita empati dengan kondisi ayam dan selalu membuat ayam nyaman di dalam kandang. Bila sudah nyaman dalam kandang maka hal-hal lain yang tidak dibutuhkan tidak akan lagi mengganggu.

Pengalaman seseorang yang berpikir sangat sistematis secara perhitungan matematika mestinya ayam itu menghasilkan produksi terbaik, bahwa ayam merupakan makhluk hidup, ada faktor X yang tidak kita ketahui. Yang kedua adalah mengelola ayam merupakan suatu seni, bukan ilmu matematika.

Soal kontribusi strain (bangsa) ayam. Dengan 7 strain yang dibeli oleh peternak broiler saat ini, hal ini sudah tepat. Masalahnya, bibit adalah tetap bibit; sedangkan strain tetaplah strain. Yang penting adalah bagaimana mengelolanya, sejak dari Grand Parent Stock yang menentukan genetik strainnya. Selanjutnya dari sini akan muncul bibit ternak yang baik-baik.

Kontribusi pada performan atau penampilan ayamnya, biaya bibit berperan 12% dari keseluruhan performan ayam; biaya tata laksana adalah 12 persen; biaya kesehatan (obat-obatan) sebesar 6%; dan biaya pakan paling banyak yaitu sejumlah 70 persen.

Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. Misalnya cuma 2 kali periode menang, sesungguhnya hasil usahanya lebih besar daripada nilai kekalahan yang 4 periodenya.

sumber : http://karuniaunggas.blogspot.com

0 komentar :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...