Minggu, 07 Oktober 2012

Sekilas mengenai penyakit cacingan yang menyerang ayam

Sekilas mengenai penyakit cacingan yang menyerang ayam - Komoditas ternak unggas masih memegang peran penting dalam penyediaan protein hewani di Indonesia. Namun ternyata kendala penyakit masih sering ditemui oleh para peternak dan menyebabkan penurunan produktivitas ayam, sehingga ketersediaan protein hewani tersebut masih belum optimal. Contoh penyakit yang turut menyebabkan penurunan produktivitas ayam ialah cacingan. Kasus cacingan dan program pengendaliannya di peternakan unggas tak jarang diabaikan oleh peternak karena kasus tersebut dianggap tidak berbahaya dan tidak sefatal penyakit viral ataupun bakterial. Namun kejadian penyakit yang cukup menyebabkan penurunan produksi tersebut berdampak sebagai pemicu datangnya penyakit lain. Hal ini menyebabkan kerugian dalam sektor perunggasan.

Sekilas mengenai penyakit cacingan yang menyerang ayam

Hujan datang, cacing pun senang. Curah hujan dan kelembaban tinggi membuat para cacing lebih suka berkembang biak. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ternyata Bulan Oktober-Maret merupakan periode waktu yang memiliki curah hujan tinggi. Berdasarkan data kasus penyakit dari Tech. Support Medion, terlihat bahwa jumlah kasus cacingan ditemukan sangat tinggi pada bulan November dan Maret. Melihat situasi tersebut, terdapat korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap tingginya kasus cacingan di suatu peternakan. Alasannya, populasi lalat dan serangga sebagai inang antara meningkat. Selain itu, air merupakan salah satu wahana yang sangat efektif dalam penyebaran telur dan larva cacing infektif dari feses ke lingkungan.

Masa dulu tidak jauh berbeda dengan masa sekarang, demikian pula dengan penyakit cacing pada ayam. Kasus infestasi cacing masih didominasi pada peternakan layer, karena ayam jenis ini hidupnya lebih lama dibandingkan dengan ayam broiler, sehingga cacing mempunyai cukup waktu untuk berkembang biak dalam rangkaian siklus hidupnya. Berbeda halnya dengan ayam broiler yang masa pemeliharaannya pendek, hanya 35 hari.

Cacing yang sering dijumpai pada ayam secara umum terdiri dari 2 jenis yaitu cacing gilig atau nematoda (Ascaridia sp., Heterakis gallinarum, Syngamus trachea, Oxyspirura mansoni) dan cacing pita atau cestoda (Raillietina sp., Davainea sp.). Dari data umur serangan yang dirangkum tim Tech. Support Medion, terlihat bahwa pada ayam muda calon petelur atau pullet, kasus cacingan didominasi oleh cacing gilig (Ascaridia galli). Sedangkan sepanjang masa produksi (umur 18 minggu ke atas) umumnya didominasi oleh cacing gilig (Ascaridia galli) dan cacing pita (Raillietina sp.).

Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati

Filosofi pencegahan yang dapat dilakukan peternak terhadap kasus cacingan adalah menjaga sanitasi kandang dan melakukan pencegahan dengan pemberian obat cacing secara berkala. Bila sudah terlanjur terjadi kasus, maka disarankan untuk memberikan pengobatan yang sesuai disertai dengan perbaikan sanitasi kandang.

Beberapa tindakan penanganan yang dapat dilakukan antara lain :

Perbaikan tata laksana pemeliharaan
Upaya pengelolaan terbaik untuk menekan siklus perkembangbiakan cacing, contohnya dengan memperhatikan kondisi sekitar kandang agar tidak lembab. Selain itu, hindari hal-hal yang dapat menyebabkan litter basah seperti air minum tumpah atau kandang bocor, mencegah kepadatan kandang yang berlebihan, mengusahakan ventilasi kandang yang cukup serta menerapkan sistem all in all out.

Menjaga sanitasi kandang
Hal ini diupayakan untuk menjauhkan kandang dari inang perantara, seperti menghindari tumpukan feses pada area kandang. Meminimalkan kontak ayam dengan feses yang mengandung telur cacing serta membersihkan feses secara rutin minimal 2 minggu sekali.

Basmi inang antara seperti lalat, kumbang, siput, maupun cacing tanah dengan insektisida. Hindari kontak langsung antara insektisida dengan air minum, ransum atau ayam karena bersifat racun.

Program pengobatan yang sesuai
Penggunaan anthelmintik yang sesuai terhadap cacing gilig maupun cacing pita merupakan rekomendasi khusus menangani kasus cacingan pada ayam. 
Lakukan pengulangan pemberian obat cacing 1--2 bulan untuk membasmi cacing secara tuntas, mulai dari telur, larva, hingga cacing dewasa. Lakukan pemeriksaan feses secara rutin 2-3 bulan sekali untuk mengetahui keberadaan telur cacing dalam feses.

Efektivitas Obat “Ampuh” untuk Cacing

Kasus parah, maka pengobatan tidak akan maksimal. Bercermin pada kondisi tersebut, sebaiknya pengobatan dilakukan secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing. Pengobatan dengan anthelmintik yang sesuai sebaiknya dilakukan secara serempak dalam satu kandang yang terserang cacingan. Anthelmintik merupakan obat untuk menghilangkan atau mengeliminasi parasit cacing dari tubuh ayam.

Dilihat dari cara kerjanya, anthelmintik dibagi menjadi 2 jenis. Pertama, anthelmintik yang bekerja dengan mempengaruhi syaraf otot cacing sehingga cacing lumpuh dan dengan mudah dikeluarkan melalui feses. Kedua yaitu anthelmintik yang bekerja mengganggu proses pembentukan energi, sehingga cacing akan kehilangan energi dan akhirnya mati. Pengobatan cacing akan optimal jika teknik pengobatan dilakukan dengan tepat, meliputi tepat obat, tepat dosis, dan tepat aplikasi pemberian.

Pemilihan anthelmintik dikatakan tepat, jika anthelmintik mempunyai spektrum kerja yang sesuai dengan cacing tersebut. Oleh karena itu, dalam pemilihan obatnya harus didasarkan pada hasil diagnosa terhadap jenis cacing yang menginfeksi. Pemberian anthelmintik juga harus tepat dosis, yaitu hanya diberikan pada dosis tunggal (satu kali pemberian). Berbeda halnya dengan antibiotik, pemberian anthelmintik tidak boleh diberikan dalam dosis terbagi. Akibat yang ditimbulkan jika hal ini dilakukan maka dapat menyebabkan jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh ayam menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Tepat dosis juga berkaitan dengan tepat aplikasi pemberian. Jika aplikasi pemberian salah maka dosis pun menjadi tidak tepat. Pemberian obat bentuk kapsul, kaplet, atau injeksi dapat dilakukan dengan cara dicekokkan ataupun disuntikkan. Berbeda halnya dengan aplikasi pemberian. Jika melalui air minum ataupun ransum, maka dosis obat dan konsumsi ayam terhadap kedua hal ini harus diperhatikan, sehingga dosis yang diterima oleh ayam tepat.

Pengobatan infeksi cacing juga memerlukan proses pengulangan dan hal ini penting dilakukan. Pengulangan tersebut bisa disesuaikan dengan siklus hidup cacing dan kondisi kandang. Cacing gilik mempunyai siklus hidup 1-2 bulan, sedangkan cacing pita sekitar 1 bulan sehingga pemberian anthelmintik pertama kali disarankan saat berumur 1 bulan. Jika ayam dipelihara pada kandang postal, pemberian anthelmintik perlu diulang setelah 1-2 bulan. Sedangkan jika dipelihara di kandang baterai, pengulangan dilakukan 3 bulan kemudian karena ayam tidak kontak dengan litter.

Salah satu contoh produk obat cacing produksi Medion adalah Levamid. Obat ini mengandung niclosamide dan levamisole HCl yang ampuh membasmi cacing pita dan cacing gilik pada ayam. Niclosamide bekerja menghambat uptake (pengambilan) glukosa yang diperlukan sebagai sumber energi untuk metabolisme dalam tubuh cacing. Selain itu, hambatan pada siklus Krebs mengakibatkan terakumulasinya asam laktat yang bersifat toksik sehingga dapat membunuh cacing. Sedangkan levamisole merupakan anthelmintik berspektrum luas. Levamisole bekerja dengan cara mempengaruhi sistem syaraf otot cacing. Cara kerja ini mengakibatkan cacing lumpuh sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh ayam melalui feses. Cacing pita mati sehingga kerugian akibat infeksi cacing dapat teratasi, dan produksi akan meningkat lagi.

Untuk mengetahui efektivitas dari Levamid, Medion mengadakan trial dan bekerja sama dengan instansi independen yaitu Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada. Kerjasama tersebut berupa percobaan menggunakan ayam petelur umur 4 minggu yang sebelumnya diinfeksi oleh cacing gilik (Ascaridia galli dan Oxyspirura mansonii) dan cacing pita (Raillietina sp.). Berdasarkan hipotesa dinyatakan bahwa obat cacing dikatakan efektif jika dapat membasmi cacing sebanyak 90% dari total cacing yang menginfeksi.

Berdasarkan trial tersebut diperoleh data bahwa efektivitas Levamid membasmi Ascaridia galli dan Oxyspirura mansonii sebesar 100%, sedangkan untuk Raillietina sp. mencapai 90%. Selain membasmi cacing, Levamid juga efektif menurunkan jumlah telur cacing dalam feses (grafik 2). Keunggulan lain Levamid adalah Levamid tidak menimbulkan keracunan ataupun efek samping terhadap pertumbuhan dan produktivitas ayam apabila pemberiannya sesuai dengan dosis dan aturan pakai. Stres akibat pemberian Levamid cenderung lebih kecil karena pemberiannya tidak perlu diulangi dalam beberapa hari.

Cacing merupakan parasit internal berukuran cukup mungil, tetapi keberadaannya dalam tubuh ayam cukup berbahaya. Gangguan pertumbuhan maupun produksi telur menjadi akibat yang harus ditanggung peternak. Menjaga lingkungan kandang dengan baik, melakukan pemeriksaan feses secara rutin, serta melakukan pengobatan cacing dengan tepat dapat mencegah dampak buruk akibat serangan cacing yang merugikan.
(sumber: indomedion.co.id)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...