Rabu, 24 Oktober 2012

Yang harus diperhatikan saat mengobati penyakit ayam

Yang harus diperhatikan saat mengobati penyakit ayam
Pemberian obat pada ayam yang terserang penyakit adakalanya memberikan hasil yang kurang memuaskan. Meskipun kita telah merasa yakin bahwa jenis obat yang kita berikan sesuai dengan penyakit yang menyerang. Tidak menutup kemungkinan juga, kita berasumsi bahwa kualitas obat yang diberikan tidak baik.

Penarikan kesimpulan mengenai kegagalan pengobatan hendaknya telah melewati serangkaian evaluasi dan analisis mengenai teknik maupun aplikasi pengobatan yang telah dilakukan. Mengingat, cara pemberian obat ini mempunyai andil yang besar terhadap efektivitas pengobatan. Obat dengan kualitas yang bagus tidak akan bisa bekerja secara optimal jika ada kesalahan pada teknik aplikasinya. Akibatnya sasarannya tidak tepat atau cara kerja obat tidak optimal sehingga penyakit tidak bisa diatasi. Ada hal yang perlu kita ketahui, cara pemberian obat sangat berpengaruh pada stabilitas obat, kadar obat yang diserap tubuh, kecepatan menghasilkan efek dan lama pengobatan yang notabene menjadi faktor penting yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan khasiatnya.

Keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karenanya pengobatan lebih cocok disebut sebagai seni daripada teknik pengobatan.

Prinsip Pengobatan

Prinsip pengobatan menjadi parameter yang harus diketahui dan dipahami saat kita melakukan pengobatan. Penerapan salah satu prinsip pengobatan ini yang kurang sesuai akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan pengobatan, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan kegagalan pengobatan. Jenis obat yang sesuai dengan penyakit, obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit, obat tersedia dalam kadar yang cukup dan obat berada dalam waktu yang cukup menjadi 4 prinsip pengobatan.

Obat sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang

Setiap obat mempunyai efek yang berbeda dan spesifik terhadap setiap penyakit. Pemilihan obat yang tepat menjadi tahapan pertama yang menentukan keberhasilan pengobatan. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka bukan suatu keniscayaan efek pengobatan tidak akan optimal.

Tidak semua obat dapat digunakan untuk mengatasi serangan CRD. Contohnya pemberian ampisilin atau amoksilin tidak dapat mengatasi serangan CRD. Hal ini disebabkan bakteri CRD, Mycoplasma gallisepticum tidak mempunyai dinding sel yang berperan sebagai reseptor ampisilin. Sebaliknya, obat yang cocok untuk mengobati penyakit CRD ialah doksisiklin yang memiliki kemampuan menghambat sintesis protein pada reseptor yang terdapat pada M. gallisepticum (ribosom 30S).
  • Obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit
Obat yang diberikan harus mampu mencapai target organ, lokasi kerja atau organ sakit sehingga obat bisa berkerja secara tepat dan optimal. Pemilihan rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan. Untuk mengobati penyakit infeksi pernapasan yang parah dengan efek pengobatan yang segera maka rute parenteral, secara suntikan atau injeksi menjadi pilihan utama. Namun bila tidak tersedia sediaan parenteral maka sediaan oral melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang memiliki efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan, seperti obat dari golongan fluoroquinolon atau penisilin.

Melalui pemilihan dan pengaplikasian rute pengobatan yang benar akan meminimalisasi kemungkinan obat rusak maupun tereliminasi dari tubuh ayam sebelum mencapai organ target.
  • Obat tersedia dalam kadar yang cukup
Obat akan menghasilkan efek pengobatan yang optimal saat konsentrasi atau kadarnya di dalam tubuh ayam mencapai kadar minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai kadar MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.

Kadar obat di dalam tubuh dipengaruhi oleh kondisi alamiah tubuh ayam sendiri, dimana ayam mempunyai respon yang berbeda terhadap obat yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. “Nasib” obat di dalam tubuh ayam dapat diketahui melalui uji farmakokinetik. Hasil uji farmakokinetik tersebut digunakan oleh apoteker dan dokter hewan sebagai dasar penentuan dosis sehingga obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup melalui rute pengobatan tertentu.
  • Obat berada dalam waktu yang cukup
Secara alami, kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu. Ada parameter penting yang berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat, yaitu waktu paruh.

Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah. Sulfadimethoxine dan sulfamonomethoxine merupakan antibiotik dengan T1/2 yang panjang sedangkan antibiotik lainnya seperti tetrasiklin, penisilin memiliki T1/2 yang pendek.


Rute Pemberian Obat
Obat dapat diberikan pada ayam melalui 3 rute, yaitu oral (melalui saluran pencernaan), parenteral/suntikan atau secara topikal (dioles). Pemilihan rute pemberian obat ini disesuaikan dengan jenis obat yang digunakan, jenis penyakit yang diobati, jumlah ayam, tingkat keparahan penyakit dan lama waktu obat tersebut diberikan.
  • Oral
Rute pemberian obat secara oral dilakukan melalui mulut (saluran pencernaan) baik secara cekok, campur ransum atau air minum. Contoh sediaan obat yang diberikan secara oral ialah serbuk larut air atau campur ransum, kaplet atau kapsul. Obat yang diberikan secara oral akan bekerja dengan cara langsung membunuh agen penyakit di saluran pencernaan atau diserap melalui usus untuk kemudian didistribusikan ke organ tubuh yang terinfeksi.

1. Air minum

Berdasarkan pengamatan kami, pada peternakan unggas 95% obat diberikan melalui oral, via air minum dan selebihnya, yaitu 5% obat diberikan secara parenteral atau suntikan (Technical Service Medion, 2006). Hal ini karena aplikasi obat via air minum relatif mudah, cepat dan bisa diberikan secara masal (jumlah banyak).
  • Agar pencampuran obat melalui air minum mampu memberikan efek pengobatan yang optimal perlu sekiranya kita memperhatikan beberapa hal berikut :
  • Air sadah dan adanya kandungan logam berat seperti besi, dapat mengurangi efektivitas antibiotik golongan fluorokinolon dan tetrasiklin
  • Derajat keasaman (pH) terlalu ekstrem (pH < 6 atau pH > 8). Obat sulfa akan mengendap bila dilarutkan ke dalam air dengan pH terlalu rendah (pH < 5)
  • Sinar matahari langsung dapat mengurangi stabilitas obat di dalam larutan. Oleh karena itu larutan obat hendaknya dibuat segar dan diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung
  • Konsumsi air minum setiap ayam berbeda-beda sehingga jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh setiap ayam tidak sama. Hal ini dapat diminimalisasi dengan penyediaan tempat air minum yang sesuai dengan jumlah ayam
Sebuah percobaan telah kami lakukan untuk melihat efek konsumsi air minum yang berfluktuasi. Trial dilakukan pada ayam petelur umur 22 minggu yang diberi obat enrofloksasin 50 mg/l (10 mg/kg berat badan) selama 5 hari berturut-turut. Akibat konsumsi air minum yang berfluktuasi antara 190 - 255 ml/hari maka dosis obat yang masuk ke dalam tubuh ayam berkisar 9-13 mg/kg berat badan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita selalu mengevaluasi water intake selama proses pengobatan. Pastikan air minum yang dicampur obat habis dikonsumsi ayam, jika tidak maka pada hari berikutnya kurangi jumlah air minum yang digunakan untuk melarutkan obat (note : tanpa mengurangi jumlah obat yang harus dilarutkan).

Praktek pemberian obat melalui air minum seringkali berbeda-beda antar peternak. Idealnya obat diberikan selama 24 jam atau minimal 12 jam dengan maksimal obat dikonsumsi habis selama 4-6 jam setelah obat dilarutkan. Contoh pola pemberian obat yang ideal yaitu 2 kali sehari, pelarutan obat ke-1 untuk dikonsumsi pagi-siang hari (misalnya pukul 07:00-12:00) dan pelarutan obat ke-2 untuk dikonsumsi siang-malam hari (misalnya 12:00-17:00) sedangkan pada malam-pagi diberi air minum biasa.

Hal yang perlu diingat jika kita menggunakan dosis berdasarkan air minum ialah jumlah air minum yang digunakan untuk menghitung kebutuhan obat merupakan konsumsi air minum ayam selama 24 jam bukan konsumsi air minum ayam saat pemberian obat. Atau lebih amannya bisa memakai dosis berat badan, dimana tidak tergantung dengan jumlah konsumsi air minum. Caranya dengan mengubah dosis berdasarkan air minum yang tertulis di etiket atau leaflet, misalnya 1 g per 2 l air minum menjadi 1 g per 10 kg berat badan (dengan rumus konversi 2 l air minum dikonsumsi oleh 10 kg ayam).

Pemberian antibiotik melalui air minum sebaiknya tidak dilakukan dalam 1 x pemberian dalam waktu yang terlalu singkat (misalnya selama 2 jam), terlebih lagi untuk obat yang mempunyai T1/2 pendek, contohnya ampisilin. Alasannya kadar obat tersebut di dalam darah akan cepat turun setelah pemberian selama 2 jam dan gagal mencapai konsentrasi minimal (MIC) sehingga obat tidak bekerja optimal. Vitamin A setelah dilarutkan di dalam air minum dapat berkurang kadarnya sebanyak 50% dalam waktu 6 jam. Oleh karenanya perlu penanganan sedemikian rupa (misalnya vitamin diberikan selama 2 jam) agar vitamin tidak rusak selama pemberian.

Jumlah dan distribusi tempat minum yang berisi obat juga harus diperhatikan. Jangan sampai ada ayam yang kesulitan atau tidak bisa memperoleh obat dalam kadar yang cukup. Selain itu, atur waktu pelarutan obat, hendaknya tidak lebih dari 4-6 jam agar potensi obat optimal.

2. Ransum

Pemberian obat melalui ransum relatif jarang dilakukan. Biasanya obat yang diberikan melalui ransum merupakan obat yang tidak larut dalam air minum, contohnya ialah Levamid yang diberikan melalui ransum.

3. Cekok

Aplikasi cekok merupakan teknik pengobatan secara individual. Jenis sediaan obat yang diberikan secara cekok antara lain bentuk kapsul atau kaplet dan larutan. Teknik aplikasi ini kurang sesuai jika diterapkan pada populasi yang banyak, lebih cocok diaplikasikan pada kasus penyakit yang individual. Meskipun kelebihan teknik aplikasi ini ialah dosis obat lebih terjamin.
  • Parenteral
Pada unggas (ayam), teknik pemberian obat ini seringkali dilakukan secara suntikan subkutan di bawah kulit (leher bagian bawah) atau suntikan intramuskuler (tembus daging atau otot) pada paha atau dada. Selain kedua teknik tersebut, pemberian obat injeksi juga bisa diaplikasikan dengan cara suntikan intravena atau langsung pada pembuluh darah. Namun, teknik aplikasi ini relatif jarang bahkan tidak pernah diterapkan pada unggas (ayam).

Teknik ini akan menghasilkan efek pengobatan yang relatif cepat karena tidak melalui proses absorpsi di saluran pencernaan yang relatif lama. Keuntungan lainnya ialah dosis lebih terjamin, tepat dan efeknya cepat. Namun, aplikasi teknik ini menyebabkan tingkat stres ayam relatif tinggi dan membutuhkan waktu lebih lama dalam pengobatan. Selain itu, alat suntik yang digunakan haruslah steril dan jarum suntik hendaknya diganti setiap penyuntikan 300-500 ekor agar tetap tajam.
  • Topikal
Topikal atau pemberian obat secara lokal adalah pengobatan obat yang diaplikasikan dengan cara dioleskan atau cara lain secara langsung pada kulit, mata, hidung atau bagian tubuh eksternal lainnya. Contoh obat topikal adalah serbuk antibiotik atau salep yang digunakan untuk mencegah infeksi pada luka serta sediaan cair yang digunakan pada mata. Cil dan Anti Pick merupakan produk Medion yang diaplikasikan secara oles.

Suatu jenis obat ada yang dapat diberikan melalui berbagai teknik pemberian obat, namun ada juga yang hanya khusus diberikan melalui satu macam cara saja. Contohnya vitamin dapat diberikan melalui air minum, ransum dan injeksi intramuskuler, namun gentamisin (antibiotik) hanya dapat diberikan melalui injeksi baik intramuskuler maupun subkutan karena tidak dapat diserap di saluran pencernaan. Untuk memastikan cara pemberian peternak dapat memeriksa jenis sediaan dan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet.

Perlu Dihindari

Pemberian obat, terutama melalui air minum hendaknya tidak dicampur dengan desinfektan. Hal ini disebabkan pencampuran tersebut akan menurunkan bahkan merusakan obat. Contohnya ialah iodin (Antisep, Neo Antisep) atau klorin akan mengoksidasi antibiotik atau vitamin, sedangkan quats (Medisep, Mediklin) bisa mengendapkan obat dengan kandungan sulfonamida.

Kualitas air yang tidak sesuai standar jika digunakan untuk melarutkan obat akan mengakibatkan penurunan potensi obat. Oleh karena itu, pastikan kualitas air melalui pengujian laboratorium sebelum digunakan untuk melarutkan obat. Medion menyediakan fasilitas untuk pengujian air minum dengan parameter uji fisik, kimia maupun biologi.

Pencampuran atau kombinasi obat sebaiknya juga dihindarkan, terlebih lagi pencampuran antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan rusaknya obat tersebut. Alangkah lebih baiknya jika kita menggunakan produk obat jadi yang dihasilkan dari perusahaan obat hewan. Sebagai contohnya Amoxitin dengan kandungan penisilin tidak boleh dicampur dengan Tyfural yang mengandung antibiotik golongan makrolida. Hal ini disebabkan kedua golongan antibiotik tersebut memiliki sifat yang berbeda. Penisilin bersifat bakterisidal (menghambat) dan makrolida bersifat bakterisid (membunuh). Kombinasi kedua golongan antibiotik ini akan mengakibatkan penurunan potensi obat, kecuali jika target kerja antibiotik tersebut berbeda.

Pendukung Keberhasilan Pengobatan


Setelah kita memperhatikan dan menerapkan ke-4 prinsip pengobatan tersebut, agar efek pengobatan menjadi lebih optimal perlu didukung dengan pelaksanaan manajemen pemeliharan secara baik dan penerapan biosecurity secara ketat. Pemberian multivitamin maupun elektrolit setelah aplikasi obat juga dapat membantu mempercepat kesembuhan ayam.

Saat efek pengobatan mengalami kegagalan atau tidak optimal maka kita bisa mengevaluasi beberapa hal berikut :
  1. Ketepatan diagnosa penyakit
  2. Jenis obat yang dipilih hendaknya sesuai dengan penyakit yang menyerang
  3. Tepatnya dosis obat yang diberikan
  4. Rute pemberian obat haruslah sesuai dengan jenis obat maupun lokasi kerja (organ target)
  5. Hindari kombinasi obat yang bersifat antagonis
  6. Kompleksitas penyakit
  7. Tingkat keparahan penyakit
  8. Resistensi antibiotik dan perlunya dilakukan rolling pemakaian antibiotik
  9. Penerapan manajemen pemeliharaan dan program biosecurity yang kurang tepat
Obat yang diberikan pada ayam hendaknya tidak monoton atau satu jenis obat diberikan terus-menerus untuk mengatasi suatu penyakit karena dapat memicu terjadinya resistensi. Oleh karena itu, lakukan rolling pemberian obat, misalnya setiap 3-4 periode pemeliharaan. Selain itu, dosis dan aturan pakai yang tidak sesuai (dosis kurang) dengan yang tercantum dalam leaflet atau etiket produk juga dapat mengakibatkan terjadinya resistensi.

Bila peternak telah menerapkan cara pemberian obat sesuai dengan praktek yang benar, tapi ayam tidak kunjung sembuh sebaiknya berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter hewan atau tenaga lapangan untuk memastikan penyebab ketidakberhasilan pengobatan. Mengingat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Pengobatan akan lebih efektif dan efisien jika ditunjang dengan diagnosa yang tepat, tata laksana kandang yang baik dan penerapan biosecurity yang ketat.
(sumber: infomedion.co.id)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...